Home » » AS Kutuk Pemboman "Pengecut" di Irak

AS Kutuk Pemboman "Pengecut" di Irak


Pemerintah AS hari Rabu mengutuk gelombang pemboman di Irak yang menewaskan 72 orang sebagai tindakan "pengecut dan tercela" namun menekankan, kemampuan kelompok garis keras melemah dalam beberapa tahun terakhir ini. 
"Kami mengutuk keras serangan-serangan terakhir di Irak," kata juru bicara Gedung Putih Jay Carney. 
"Penyerangan terhadap warga sipil tak berdosa dan pasukan keamanan merupakan tindakan pengecut dan tercela," katanya. 
"Kami menyampaikan bela-sungkawa kepada keluarga korban dan mendukung upaya-upaya berlanjut pasukan pemerintah Irak untuk membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan," lanjut juru bicara itu. 
Carney menambahkan, meski kelompok-kelompok garis keras masih bisa melakukan serangan yang menjatuhkan korban, Washington yakin "kemampuan mereka berkurang dalam beberapa tahun ini". 
"Rakyat Irak terus menolak taktik ekstrim dan mendukung metode damai untuk mengatasi perselisihan mereka," katanya. 

Serangan-serangan bom dan penembakan Rabu selama perayaan Syiah menewaskan sedikitnya 72 orang dan mencederai lebih dari 250, banyak diantaranya peziarah. 
Kekerasan itu merupakan yang paling mematikan di Irak sejak 15 Agustus 2011, ketika 74 orang tewas. 
Irak dilanda kekerasan yang menewaskan ratusan orang dan kemelut politik sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak. 
Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni. 
Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni. 
Para ulama Sunni memperingatkan bahwa Maliki sedang mendorong perpecahan sektarian, dan pemrotes memadati jalan-jalan Irak dengan membawa spanduk yang mendukung Hashemi dan mengecam pemerintah. 
Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada Senin (19/12) setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris. 
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Irak Mayor Jendral Adel Daham mengatakan pada jumpa pers, pengakuan para tersangka yang diidentifikasi sebagai pengawal Hashemi mengaitkan wakil presiden tersebut dengan pembunuhan-pembunuhan dan serangan. 
Surat perintah penangkapan itu ditandatangani oleh lima hakim, kata Daham. 
Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan. 
Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad. 
Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki. 
Presiden wilayah otonomi Kurdi Irak Massud Barzani menyerukan perundingan darurat untuk mencegah runtuhnya pemerintah persatuan nasional, dengan memperingatkan bahwa "keadaan sedang mengarah ke krisis yang dalam". 
Barzani sendiri bersitegang dengan pemerintah Maliki dan menuduh PM Irak itu bergerak ke arah kediktatoran dengan "membunuh proses demokrasi" setelah ketua komisi pemilu Irak ditangkap atas tuduhan korupsi. 
Pemimpin Kurdi itu menentang penjualan pesawat tempur F-16 AS kepada Irak bila Maliki masih menjadi PM, karena ia khawatir pesawat-pesawat itu akan digunakan untuk menyerang Kurdistan. 
Irak akan menerima 24 dari 36 jet tempur F-16 yang dipesannya dari AS pada awal 2014, kata seorang pejabat tinggi Irak kepada Reuters.